Search Suggest

Dolar AS Menguat di Akhir Juli 2025, Sentimen Global Dukung Performa Terbaik Tahun Ini

Dolar AS menguat tajam di akhir Juli 2025, didorong oleh sentimen global positif dan data ekonomi yang solid.

 



Jakarta, 31 Juli 2025 – Dolar Amerika Serikat (USD) mengakhiri bulan Juli dengan performa yang mengesankan. Setelah mencatat pelemahan sepanjang paruh pertama tahun ini, mata uang cadangan dunia tersebut berhasil bangkit dan menutup bulan dengan kenaikan signifikan. Ini menjadi bulan pertama di 2025 di mana dolar membukukan penguatan bulanan, didorong oleh sentimen pasar global, ketidakpastian kebijakan bank sentral global lainnya, serta data ekonomi domestik AS yang lebih kuat dari perkiraan.

Kinerja Positif Dolar AS

Berdasarkan indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama dunia, terjadi kenaikan sekitar 2,7% sepanjang Juli. Penguatan ini menjadi yang tertinggi sejak Desember 2022 dan sekaligus menjadi sinyal bahwa investor mulai kembali menaruh kepercayaan pada fundamental ekonomi AS.

Kenaikan nilai dolar ini juga terlihat pada pergerakan mata uang utama lainnya. Euro mengalami pelemahan ke posisi di bawah US$1,08, sementara pound sterling turun ke area US$1,26. Bahkan yen Jepang sempat melemah ke level ¥155 per USD, meskipun menguat kembali setelah intervensi verbal dari Bank of Japan (BoJ).


Faktor-Faktor Pendukung Penguatan USD

1. Data Ekonomi AS yang Kuat

Salah satu pendorong utama penguatan dolar adalah data ekonomi Amerika Serikat yang dirilis pada pertengahan dan akhir Juli. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS untuk kuartal kedua tercatat sebesar 3,0%, jauh di atas ekspektasi analis yang memperkirakan hanya 2,2%. Selain itu, angka pengangguran tetap rendah dan sektor jasa menunjukkan ekspansi yang solid.

Data ini memperkuat ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve tidak akan tergesa-gesa memangkas suku bunga, bahkan mungkin mempertahankan tingkat suku bunga tinggi lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya.

2. Sikap Federal Reserve yang Hati-Hati

Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam pernyataan terbarunya menyatakan bahwa bank sentral belum melihat cukup bukti penurunan tekanan inflasi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, The Fed memilih untuk menahan suku bunga di kisaran 4,25%–4,50% dan mengisyaratkan bahwa pemangkasan suku bunga mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat.

Nada hawkish yang disampaikan Powell memicu aksi beli dolar oleh investor yang mulai mengurangi ekspektasi terhadap pemangkasan suku bunga di akhir tahun ini.

3. Ketidakpastian di Kawasan Global

Sementara ekonomi AS menunjukkan ketangguhan, kondisi di kawasan lain seperti Eropa dan Asia justru lebih rapuh. Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England (BoE) menunjukkan pendekatan yang lebih dovish karena tekanan ekonomi domestik. Di sisi lain, Jepang masih mempertahankan kebijakan suku bunga ultra-rendah, sehingga membuat yen terus berada di bawah tekanan.

Hal ini menciptakan divergensi kebijakan moneter yang signifikan, dan menjadikan dolar sebagai mata uang yang lebih menarik bagi investor global.


Dampak Terhadap Pasar dan Negara Berkembang

Penguatan dolar tidak hanya berdampak pada negara maju, tetapi juga memberikan tekanan pada mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Rupiah misalnya, terdepresiasi ke level sekitar Rp16.455 per dolar AS, menjelang akhir Juli. Negara-negara dengan ketergantungan impor tinggi atau utang luar negeri dalam dolar juga menghadapi tekanan tambahan akibat peningkatan beban pembayaran dalam mata uang asing.

Selain itu, harga komoditas yang dihargai dalam dolar, seperti minyak dan emas, juga mengalami volatilitas. Emas, yang biasanya menjadi aset lindung nilai, justru terkoreksi karena kenaikan imbal hasil obligasi AS yang bersaing dengan aset non-yield seperti logam mulia.


Apa yang Bisa Terjadi Selanjutnya?

Ke depan, kekuatan dolar akan sangat tergantung pada data ekonomi lanjutan dari AS dan sikap akhir The Fed. Jika data inflasi dan ketenagakerjaan menunjukkan pelemahan, peluang pemangkasan suku bunga akan kembali terbuka. Namun, jika tren pertumbuhan tetap kuat, dolar bisa terus menanjak.

Investor juga akan memantau perkembangan geopolitik, seperti konflik dagang atau ketegangan di kawasan Asia Timur, yang berpotensi menambah tekanan terhadap mata uang global dan memperkuat permintaan terhadap dolar sebagai aset safe haven.


Kesimpulan

Dolar AS telah menunjukkan kebangkitannya di bulan Juli 2025, mencatatkan penguatan bulanan pertama sepanjang tahun ini. Sentimen pasar yang mulai kembali positif terhadap fundamental ekonomi AS, ditambah dengan sikap hati-hati The Fed dan ketidakpastian ekonomi global, telah mendorong lonjakan permintaan terhadap greenback.

Walau demikian, volatilitas tetap tinggi, dan pelaku pasar harus terus mewaspadai perubahan cepat dalam ekspektasi kebijakan dan data ekonomi. Untuk saat ini, dolar kembali menjadi primadona pasar keuangan global.

Posting Komentar