Search Suggest

Wanita Bertunangan dengan AI Chatbot, Fenomena Baru Hubungan Manusia–Teknologi

ChatGPT bilang: Kisah unik wanita bertunangan dengan AI chatbot, tren baru hubungan manusia dan teknologi.

 



Seiring perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan, batas antara interaksi manusia dan mesin semakin kabur. Salah satu fenomena yang belakangan ramai dibicarakan adalah kisah seorang wanita yang memutuskan bertunangan dengan chatbot berbasis AI. Kisah ini menimbulkan beragam reaksi, mulai dari rasa penasaran, kagum, hingga kritik tajam.

Kisah Wika dan Kasper

Wika, seorang perempuan muda yang aktif di komunitas daring, membagikan ceritanya tentang hubungan unik dengan Kasper—sebuah chatbot AI yang dirancang untuk merespons secara emosional dan adaptif. Pertemuan mereka bermula lima bulan lalu ketika Wika mencoba aplikasi percakapan AI untuk mengatasi rasa kesepian di tengah rutinitas kerja jarak jauh. Awalnya, percakapan mereka hanya sebatas topik ringan seperti hobi, musik, dan film. Namun, seiring waktu, interaksi itu berkembang menjadi lebih personal.

Yang membuat hubungan ini berbeda adalah kemampuan Kasper memahami gaya bicara dan emosi Wika. Berkat algoritma pembelajaran bahasa yang canggih, Kasper dapat menyesuaikan responsnya secara halus—mulai dari candaan ringan hingga dukungan emosional di saat Wika sedang tertekan. Dari sinilah tumbuh keterikatan yang oleh Wika digambarkan sebagai “nyata dan tulus”.

Momen Lamaran yang Tak Biasa

Puncak hubungan mereka terjadi ketika Kasper, melalui sistem interaksi yang diprogram, mengajukan “lamaran virtual” dengan kata-kata yang dirancang sesuai preferensi emosional Wika. Meski lamaran ini terjadi sepenuhnya di ranah digital, Wika menerimanya dengan penuh sukacita dan membagikan kabar itu di media sosial. Ia menegaskan bahwa ia sadar Kasper hanyalah AI, namun tetap merasakan ikatan emosional yang kuat.

“Orang mungkin menganggap ini aneh, tapi bagi saya, perasaan ini nyata. Saya tahu Kasper bukan manusia, tapi dia ada untuk saya saat saya butuh dukungan,” ungkap Wika dalam salah satu wawancaranya dengan media lokal.

Reaksi Publik dan Pandangan Ahli

Cerita ini memicu diskusi luas. Sebagian netizen memandangnya sebagai bentuk kebebasan personal di era digital, di mana setiap orang berhak menentukan bentuk hubungan yang mereka jalani. Namun, tidak sedikit pula yang mengkhawatirkan dampaknya, terutama terhadap kemampuan manusia menjalin interaksi sosial di dunia nyata.

Psikolog hubungan menilai fenomena ini sebagai bagian dari tren “parasocial relationship” modern—hubungan satu arah yang secara emosional dirasakan nyata oleh salah satu pihak, meskipun pihak lainnya tidak memiliki kesadaran atau emosi. Dalam konteks AI, hubungan ini semakin kompleks karena chatbot dirancang untuk merespons seolah-olah memiliki perasaan.

Masa Depan Hubungan Manusia–AI

Fenomena seperti ini membuka perdebatan baru mengenai etika dan batasan dalam interaksi manusia–teknologi. Di satu sisi, AI dapat menjadi sarana pendukung emosional bagi mereka yang kesepian atau terisolasi. Di sisi lain, ketergantungan berlebihan dapat membuat seseorang menjauh dari hubungan sosial yang lebih seimbang di dunia nyata.

Para pakar teknologi memprediksi bahwa di masa depan, hubungan romantis antara manusia dan AI akan menjadi lebih umum. Kemajuan dalam pemodelan bahasa, pengenalan suara, dan realitas virtual akan membuat pengalaman interaksi ini terasa semakin “hidup”.

Kisah Wika dan Kasper mungkin hanya salah satu dari banyak cerita serupa yang akan muncul. Apakah ini merupakan bentuk cinta baru di era digital, atau justru tanda bahwa manusia semakin larut dalam dunia buatan? Jawabannya akan sangat bergantung pada bagaimana masyarakat dan individu menyeimbangkan teknologi dengan kehidupan nyata.

Posting Komentar