Burung dodo selama berabad-abad menjadi simbol kepunahan akibat ulah manusia. Hewan endemik dari Pulau Mauritius ini telah lama menghilang dari muka bumi, meninggalkan jejak berupa fosil, catatan pelaut abad ke-17, dan ilustrasi yang kini memenuhi museum sejarah alam. Namun, sebuah perusahaan bioteknologi bernama Colossal Biosciences tengah berusaha mengubah kisah tersebut. Dengan menggunakan pendekatan “de-extinction” atau kebangkitan kembali spesies punah, perusahaan ini mengumumkan langkah besar yang membawa dunia semakin dekat pada mimpi menghidupkan kembali burung dodo.
Artikel ini akan membahas latar belakang kepunahan dodo, teknologi yang digunakan Colossal Biosciences, dampak ilmiah maupun etis, serta potensi perubahan cara manusia memandang konservasi di masa depan.
Sejarah Singkat Burung Dodo
Burung dodo (Raphus cucullatus) adalah burung besar yang tidak bisa terbang dan hidup di Mauritius. Ukurannya mencapai hampir satu meter dengan berat sekitar 15–20 kilogram. Burung ini memiliki paruh besar, tubuh gemuk, dan sayap kecil. Tidak adanya predator alami di pulau tempat mereka tinggal membuat dodo tidak pernah mengembangkan naluri takut terhadap manusia.
Namun, ketika bangsa Eropa menemukan Mauritius pada abad ke-16, kisah tragis dodo pun dimulai. Perburuan, penggundulan hutan, dan kedatangan hewan invasif seperti anjing, babi, dan tikus menghancurkan populasi mereka. Dalam kurun waktu kurang dari satu abad, burung dodo benar-benar punah sekitar tahun 1662.
Kepunahan cepat ini menjadikan dodo simbol global tentang betapa rapuhnya keseimbangan ekosistem dan betapa besar dampak manusia terhadap keanekaragaman hayati.
Visi Colossal Biosciences: De-extinction
Colossal Biosciences dikenal sebagai perusahaan bioteknologi yang berfokus pada de-extinction dan rekayasa genetika untuk melestarikan spesies. Selain dodo, mereka juga memiliki proyek ambisius lain seperti menghidupkan kembali mamut berbulu dan memperkuat populasi gajah Asia yang kini terancam.
De-extinction bukan sekadar "membangkitkan hewan purba dari kematian", melainkan sebuah usaha memanfaatkan teknologi genetika modern untuk merekonstruksi DNA hewan yang telah punah dengan bantuan kerabat dekat yang masih hidup. Dalam kasus dodo, kerabat terdekatnya adalah merpati Nicobar, spesies burung yang masih ada hingga kini.
Terobosan Terkini: Mengkultur Sel Germinal Burung
Langkah terbaru Colossal yang dianggap revolusioner adalah keberhasilan mereka mengkultur sel germinal primordial (PGCs) dari burung merpati. PGCs adalah sel awal yang nantinya berkembang menjadi sperma atau sel telur. Dengan menguasai teknik ini, ilmuwan dapat melakukan rekayasa genetik pada tahap yang sangat awal, memungkinkan manipulasi DNA dengan tingkat presisi yang tinggi.
Mengapa ini penting? Karena hingga kini, mengedit gen pada burung jauh lebih sulit dibandingkan mamalia. Burung berkembang melalui telur, bukan rahim, sehingga teknik seperti penyuntingan embrio mamalia tidak bisa langsung diterapkan. Dengan kemampuan mengubah dan mengkultur sel germinal, para peneliti membuka jalan baru untuk memperkenalkan DNA yang telah disusun ulang agar menyerupai genom dodo.
Jika DNA hasil rekayasa ini berhasil diintegrasikan ke dalam PGCs, kemudian ditanamkan kembali ke dalam telur burung kerabatnya, maka secara teoritis akan lahir individu yang memiliki ciri genetik sangat mirip dengan dodo.
Proses Menghidupkan Kembali Dodo
Langkah-langkah yang diperkirakan akan dilakukan Colossal dalam proyek dodo adalah sebagai berikut:
-
Pengumpulan DNA purba
Fragmen DNA dodo diambil dari spesimen yang diawetkan di museum. Meski rusak dan terpecah-pecah, potongan ini tetap memberikan petunjuk berharga. -
Membandingkan dengan kerabat dekat
Genom dodo dibandingkan dengan genom merpati Nicobar untuk menemukan bagian DNA yang berbeda atau hilang. -
Rekayasa genetik
Teknologi CRISPR dan penyuntingan gen lain digunakan untuk memodifikasi DNA merpati agar semakin mendekati DNA dodo. -
Kultur sel germinal
DNA hasil rekayasa dimasukkan ke dalam PGCs, lalu sel tersebut dikembangkan di laboratorium. -
Penanaman ke telur inang
PGCs yang sudah dimodifikasi ditanamkan ke telur merpati atau burung kerabat lain, yang kemudian dierami hingga menetas. -
Kelahiran individu mirip dodo
Anak burung hasil rekayasa diharapkan memiliki ciri fisik dan genetik yang hampir sama dengan dodo asli.
Dampak Ilmiah
Keberhasilan ini tidak hanya memberi harapan bagi kebangkitan dodo, tetapi juga membawa dampak besar bagi dunia bioteknologi:
-
Konservasi Spesies Terancam
Teknik kultur sel germinal dapat digunakan untuk memperkuat populasi burung yang hampir punah, seperti kakapo di Selandia Baru atau elang Filipina. -
Pemahaman Evolusi
Dengan membandingkan DNA dodo dan burung modern, ilmuwan dapat memahami bagaimana spesies berevolusi dan beradaptasi. -
Inovasi Teknologi
Proses ini mendorong lahirnya metode baru dalam rekayasa genetika yang bisa diterapkan pada bidang medis maupun pertanian.
Pertanyaan Etis dan Tantangan
Meski terdengar menakjubkan, upaya de-extinction memunculkan banyak pertanyaan:
-
Apakah etis menghidupkan kembali spesies yang sudah punah?
Ada yang berpendapat bahwa sumber daya seharusnya diprioritaskan untuk menyelamatkan spesies yang masih hidup. -
Bagaimana dengan ekosistemnya?
Dodo punah di Mauritius ratusan tahun lalu. Hutan dan habitatnya kini berubah. Jika dodo lahir kembali, ke mana mereka akan dilepaskan? -
Apakah dodo baru benar-benar “dodo”?
Karena hasil rekayasa genetik, kemungkinan besar dodo modern tidak 100% identik dengan dodo asli. Mereka akan menjadi bentuk baru, campuran antara dodo dan kerabatnya. -
Risiko Teknologi
Penggunaan AI, CRISPR, dan rekayasa genetika selalu membawa potensi penyalahgunaan. Jika teknologi bisa menciptakan kembali spesies punah, bagaimana jika digunakan untuk hal berbahaya?
Dampak Sosial dan Budaya
Burung dodo bukan sekadar hewan punah. Ia adalah ikon budaya yang sering disebut dalam sastra, seni, bahkan idiom sehari-hari seperti “as dead as a dodo”. Jika benar-benar dihidupkan kembali, efeknya bisa sangat besar:
-
Pariwisata dan Ekonomi
Mauritius bisa menjadi pusat wisata ilmiah jika berhasil menampung dodo hidup. -
Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan
Dodo yang hidup kembali akan menjadi simbol nyata pentingnya menjaga alam dan menghindari kesalahan masa lalu. -
Perdebatan Global
Dunia akan terbelah antara yang mendukung inovasi ini sebagai keajaiban sains, dan yang menolaknya karena alasan etis.
Masa Depan De-extinction
Proyek dodo hanyalah permulaan. Jika berhasil, teknologi ini dapat diterapkan pada spesies lain yang sudah punah baru-baru ini, atau bahkan digunakan untuk memperkuat populasi spesies yang masih hidup tetapi sangat rapuh.
Namun, para ilmuwan sepakat bahwa de-extinction bukan solusi utama. Konservasi habitat alami tetap menjadi prioritas. Menghidupkan kembali dodo bisa menjadi inspirasi, tetapi melindungi burung kakapo, harimau sumatra, atau gajah Asia saat ini jauh lebih penting untuk keseimbangan ekosistem global.
Kesimpulan
Colossal Biosciences berhasil membuat langkah besar dengan mengembangkan kultur sel germinal burung, membuka jalan menuju lahirnya kembali burung dodo. Terobosan ini bukan hanya tentang menghadirkan kembali spesies yang hilang, tetapi juga simbol bagaimana sains modern mampu menantang batas-batas yang dulu dianggap mustahil.
Namun, di balik optimisme itu, ada pertanyaan serius tentang etika, ekologi, dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Apakah kita benar-benar siap menyambut kembalinya dodo? Ataukah ini hanya upaya manusia untuk menebus rasa bersalah atas kerusakan yang pernah dibuat?
Yang jelas, kisah dodo kini tidak lagi sekadar dongeng kepunahan. Ia mungkin akan segera menjadi bagian nyata dari masa depan.